Welcome to my blog, hope you enjoy reading :)
RSS

Minggu, 13 Januari 2013

PANGERAN ITU ADALAH GURUKU

Siang hari yang panas membuatku semakin jauh melangkah, terik matahari yang membakar tubuh, memenuhi dahiku yang bersimbah peluh, namun belum juga kutemui angkutan umum yang kunanti.
            Jalanan raya yang semakin ramai, membuatku gerah, berkali-kali kuteguk secangkkir es jeruk yang kubeli dari pedagang tepi jalan. Kuhela nafas panjang, segera kuberdiri dan melanjutkan lagi penantianku.
            Kulihat seorang laki-laki tinggi di sampingku, tampaknya ia akan menyebrangi jalan yang kian padat. Sa’at ia mula bersiap mobil berwarna hitam legam muncul tiba-tiba, melaju dengan kecepatan tinggi, seketika wajahnya yang panic membuat tubuhnya kaku dan hanya berdiam terpaku di tengah jalan, aku berteriak histeris dan segera meraih tanganya, kuseret ia hingga tak sengaja kubuatnya jatuh tersungkur. Beruntunglah aku dan ia hanya lecet-lecet saja.
            “Ma’af mbak, ma’af” Katanya seraya menjabat tanganku untuk membantuku berdiri.
            “Aduh mas, ati-ati kalau nyebrang, iku mau sampeyan hamper ae keserempet mobil, mikir opo to mas?”
            Ia hanya tersenyum dan terlihat bingung mendengar gaya bahasaku.
            “Ma’af mbak, saya g’ ngerti bahasa jawa, saya ini dari Jakarta, saya juga baru saja sampai”
            Aku tersenyum mendengar penuturanya, pantaslah ia tak mengerti apa yang ku katakan.
            “Owh! Jadi begitu mas, sekarang tujuan mas mau kemna?” Tanyaku padanya yang tampaknya hanya seorang diri di sini. Apalagi ia baru pertama kali di Surabaya, mana ia hafal jalan-jalan di kota besar ini? Jangan – jangan ia tersesat dan tak tau tujuan diman aia akan singgah.
            “Sebenarnya saya mau cari kos-kosan. Mbak mau g’ bantu saya cari. Tolong mbak, saya g’ tau jalan daerah-daerah sini, saya Cuma sendiri”
            Wajahnya tampak begitu putus asa ternyata benar semua duga’anku. Akhirnya aku pun membantu pria yang bernama Dika itu, mencari tempat tinggal sementara, untunglah, tak begitu lama, kami menemukan tempat yang cocok.
            Suasana taman sekolah yang damai, memaksaku uutuk duduk lebih lama di sana. Dalam sunyi aku bisa lebih tenang, entah kenapa hari ini aku ingin sendiri. Tiba-tiba tampak seorang laki-laki dari kejauhan, langkahnya yang begitu cepat bagai memburu waktu yang beradu dengan kebutuhanya sekarang. Tunggu, aku mengenal sosok itu. Dan benar, ketika melihatku ia mencoba menyapa walau hanya lewat sesungging senyumnya.
            “ Mas, yang kemarin dari Jakrta itu ya?”
            “ Iya mbak, ternyata mbak masih ingat saya”
“Iya, iya yang namanya sapa y?” Aku mulai mengingat-ingat lagi kejadian kemarin sa’at aku bertemu denganya.
“Dika !” Jawabku spontan.
“ Iya, skali lagi terima kasih mbak atas bantuanya.”
“Sama-sama eh kamu kok bisa  ada di sini, kamu mau daftar jadi siswa baru di sini?”
Ia diam sejenak sebelum menjawab pertanya’an dariku.
“Iya mbak, saya mau sekolah di sini, kebetulan ya kita bias satu sekolah.” Ujarnya masih dengan senyuman.
“Oh ya! Kamu tadi mau ke ruang guru ya.” Jawabku kemudian mengingatkan akan tujuan kedatanganya semula.
“iya ya, saya hamper lupa mbak, ya sudah saya pergi dulu mbak ya.” Ia tertawa dan segera berlalu meninggalkanku. Wajahnya memang tampak seperti anak kota yang sombong. Tapi sikapnya begitu sopan. Aku mulai berhenti melihatnya yang lama-kelama’an hilang di balik pintu.
“Ramainya kelas membuat aku semakin jenuh, hujan deras di luar masih belum juga reda. Tak terasa teman-temanku mulai terdiam sa;at terdengar seseorang mengetuk pintu kelas dan masuk sambil tersenyum ramah.
            Aku mulai menyadari, orang itu adalah Dika, sesa’at aku berfikir, bahwa ia akan menjadi teman sekelasku, namun aku harus menghapus duga’anku nitu sa’at ia membuka suara.
            “ Selamat siang” Sapanya kemudian pada kami.
“Selamat siang”
“Adik-adik semua, perkenalkan nama saya Dika Nugroho, saya adalah guru pengganti dari Pak Radityang mengajar ekskul music.”
Apa?!!!!! Aku begitu terkejut mendengarnya. Kusadari ia sudah berkata bohong. Aku tak menyangka seorang Dika yang tampak muda dan hanya beberapa tahun lebih tua darinya akan menjadi bapak gurunya. Kusesali perilaku tak sopanku sa’at berbicanya padanya. Oh Tuhan…………. Aku sungguh tak tau bahwa ia akan menjadi orang yang seharusnya kuhormati.
Akhirnya tiba pula bel pulang sekolah yang sangat kunanti-nanti
“Wulan!” Kudengar seseorang memanggil namaku dari belakang. Aku segera menoleh dan amat terkejut melihat siapa yang tengah menyapaku sa’at itu. Tak kuharapkan aku akan bertemu denganya Pak Dika. Keringat dingin mulai membasahi tubuhku melihat ia semakin dkat melangkahkan kakinya ke arahku. Antara malu dan takut bercampur menjadi sesuatu perasa’an tidak menentu
“ Kenapa Wulan ? Ma’afkan saya ya, sudah sudah bohong sama kamu.”
“Aduh pak, saya byang harusnya minta ma’af, masa’ bapak sih yang jadinya sopan sama saya. Saya beneran takut loh pak, sudah g’ sopan sama bapak”
“g’ pa- pa lah Wulan, aku dan kamu ini teman, jadi bukan hanya sekedar murid dan guru, lagipula jangan panggil bapak dong, umur saya kan baru 20.” ucapnya sambil tertawa lepas.
Aku menghela nafas lega mendengar jawabanya, tak kusangka ia orang yang pandai berkawan, mengingat aku adalah orang yang tidak mudah berteman baik dengan seorang yang baru ku kenal.
Hari demi hari kulalui, kelas ekskul music bertambah ceria semenjak datangnya Pak Dika di tengah-tengah kami. Dia mengajari kami  berbagi hal, karena usianya yang masih muda ia dengan mudah melakukan pendekatan pada murid didiknya. Paling tidak pengetahuan kami akan music semakin bertambah karena ia selalu membantu kami dalam melengkapi segala kekurangan yang ada. Dia sudah menjadi orang terdekatku. Karena kami sudah seperti sahabat karib. Ia orang yang paling mengertiku sa’at aku ingin berbagi.
“Wulan, kamu mau.” Ujarnya tiba-tiba duduk di sampingku sambil menwarkan secangkir susu coklat hangat padaku. Aku mengangguk dan segera mengambil coklat hangat itu dari tanganya.
“Kamu pernah meraakan cinta, Wulan!” Aku terheran-heran mendengar pertanya’an darinya, hal itu membuatku tertawa keras.
“Kenapa kamu malah tertawa?” Ujarnya lebih heran lagi melihat responku
“Aduh pak, saya itu sudah kapok sama yang namanya cinta. Cinta itu sama sekali g’ penting dalam kehidupan saya sekarang, virus penyakit hati yang harus dibasmi” Ia tersenyum melihatku yang begitu antusias menghina cinta.
“Saya mau cerita sama bapak, tapi bapak jangan ketawa ya.” Aku mencoba memastikan bahwa ia takkan mengejekku setelah aku berbagi kisah denganya. Ia mengangguk mencoba meyakinkanku.
“Mulai dari cinta pertama hingga cinta ke 5 yang saya alami, semua rasa itu tak pernah ada satupun yang terbalas.”
“ Waduh……………! Itu cinta apa minum obat, yang benar itu 3 kali sehari.” Jawabnya penuh gelak tawa
“Ah! Beneran kan bapak akhirnya jadi bercanda, udah dong pak jangan godain cerita saya, saya serius nih.” Ucapku kesal
“Oke, oke, jangan ngambek gitu lah, senyum” Ia tersenyum lebar memaksaku untuk memaklumi sikapnya.
Aku terdiam kuhela nafas panjang, menghilangkan kepenatan di sekujur tubuhku. Semilir angin masih berhembus tenang. Kudekap erat kedua lututku seraya bersandar, kuinginkan kenyamanan yang membuat hatiku tentram.
“Bapak, g’ akan tau bagaimana rasanya cinta bertepuk sebelah tangan, yang selalu saya alami setiap saya jatuh cinta, hal itu sifatnya sakit, bodoh dan sia-sia, mengharap kebahagia’an pada sesuatu yang sama sekali tak perduli.”
Aku diam sejenak, memandang hamparan rumput hijau di hadapanku, langit seakan tau isi hatiku, mendung kelabu mulai menutupi kecerahan senja sa’at itu. Aku melanjutkan kata-kataku.
“ Bodohnya, cinta sia-sia itu mengganggu konsentrasi belajar saya pak. Dan saya janji saya g’ akan menyia-nyiakan waktu ini pak, kurang 1 tahun lagi saya akan lulus.”
Kutatap lagi matanya, pandanganya yang teduh mengisyaratkanku untuk melanjutkan komitmen yang aku buat.
“Saya harus lulus dengan nilai terbaik dan dapat pekerja’an yang mapan pak. Saya tak tega melihat orang tua yang selalu kerja banting tulang demi sekolah, demi hidup dan sgala kebutuhan saya, sedangkan saya tak sedikitpun dapat memberi kebahagi’an pada mereka. Meski mereka tak pernah mengharap balas dari sya, namun tetap saja saya……………” Aku tak melanjutkan kata-kataku. Perlahan ia menepuk lembut pundakku.
“Saya tau, orang tuamu, pasti sudah bangga sma kamu, Kalau mereka tahu kanu punya pemikiran yang demikian.”
Tersadar ku akan kenangan-kenangan masa silam, masa-masa suram yang tak seharusnya kuingat.lagi. Aku tak ingin lagi menjadi Wulan yang dulu, yang egois, yang ingin menang sendiri, yang pemalu, yang tak tau diri. Aku yakin aku bisa mengubah itu semua.
Aku yakin sinar takdir itu akan dating, jeratan beban itu akan musnah, dan malam kelam akan berganti menjadi hari yang cerah. Masih banyak orang di luar sana dengan nasib pedih yang terkadang membuatnya bagai tak berarti untuk hidup lebih lama lagi. Jadi untuk apa kusesali hidup anugrah Tuhan Yang Maha Pengasih ini.
“Wulan, kamu melamun?”
Lamunanku buyar seketika, sa’at Pak Dika memecah kesunyian di senja hari itu.
“Tapi salahkahkah pak jika saya memiliki sedikit saja harapan bahwa seorang pangeran akan dating dalam hidup saya, sedikit saja.”
Ia terdiam sejenak dan kembali metapku seraya berkata.
“Bagaimana jika pangeran itu sekarang ada di sampingmu?”
“Maksudnya?” Tanyaku heran.
Dalam sekejap ia memalingkan pandanganya dariku. Ia menggelengkan kepalanya perlahan sambil tertawa geli.
“Aku bercanda lagi, kamu kena 1-0”
Aku tau betapa ia sangat member perhatian lebih padaku. Tapi aku lebih tau diri lagi untuk tidak mengharapkan hubungan special darinya. Aku adalah murid dan ia seorang guru, meski umurku tak jauh beda denganya, tetap sja aku hrus menghargai posisi itu.
Waktu berlalu begitu cepat, bagai debu yang tertiup angin tak berbekas, namun itu tak seperti perjalan hidup yang kualami seperti biasa, sgala kenangan yang kulalui amat berarti. Tak seperti pengalaman jenuh yang membuat hidupku bosan. Pak Dika tlah menorah secercah bahagia dan warna yang berbeda dalam setiap langkahku.
Akhirnya tiba pula hari yang slama ini aku tunggu dan mungkin bukan hanya aku saja yang telah menanti hari ini. Semua kawan-kawanku juga amat mendamba datangnya hari kelulusan ini.
“Baiklah akan kami sampaikan pada hari wisuda para siswa-siswi SMKN 1, bahwa pada kelulusan tahun ini nilai terbaik jatuh pada Anindya Wulan”
“Wulan,wulan itu kamu loh, kamu yg jadi siswa terbaik tahun ini.” Tiba-tiba Sari berteriak di hadapanku yang hanya terpaku. Aku sangat tak percaya pada apa yang kudengar sa’at ini. Segar kutatap wajah ibuku, dari sudut matanya kulihat tangis air mata bahagia. Ia bisikkan lembut kata-kata yang buatku benar-benar bahagia, melihat sedikit kebangga’an itu tercipta di hati mulia ibuku.
“Silahkan agar Anindya Wulan beserta wali murid, untuk naik ke atas panggung, memberikan sambutan.” Kudengar tepuk tangan riuh langkahku dan ibu menuju podium. Tampak dari jauh kulihat sosok wajah yang selalu memotivasiku hingga kini, pak Dika mengacungkan jempolnya padaku. Seperti mengisyratkanku pada sebuah kalimat yanga selalu ia katakana padaku.
“Lihat kamu biasa buktikan kalau kamu bias, jika kamu mau berusaha”
Semilir angin yang lembut membuatku hatiku yang bahagia ini menjadi semakin damai. Suasana ini mengingatkanku pada kenangan yang kulalui a’at masih bersamanya”
“Pak Dika” Aku memanggilnya perlahan, hampir suaraku tak terdengar tenggelam oleh kuatnya hembusan angin.
“Ada apa memanggilku?” Sebuah suara yang nampak tak asing lagi bagiku, muncul bersama kedatangan Pak Dika yg tiba-tiba saja duduk bersandar tepat di sampingku berdiri.
“Pak Dika dengar” Tentu saja aku malu mengetahui ia berada di dekatku sejak tadi.
“Dengarlah, kamu kangen sama saya,ya” Ujarnya tertawa lagi
“Tuh kan bapak bercanda lagi.” Aku mengalihkan pandangan dengan kesal.
“Selamat ya, kamu yang terbaik tahun ini” Ia kembali melakukan itu mengangkat jempolnya untukku
“Siiip” Aku melakukan hal yang sama denganya
“Emm, tapi aku ingin mengucapkan terima kasih sama bapak, Pak Dika adalah motivator terbaik dalam hiduo saya.”
“Oke, tapi ada satu yang yang saya tidak suka dari kamu?” Ia tampak serius mengerutkan dahi.
“Haaaaah? Apa itu pak?” Aku berteriak heran
“Umur saya masih 21, saya bukan gurumu lagi, dan kamu masih memanggil saya bapak, bukanya usia kita hanya beda 3 tahun ya?” Ia berkata panjang lebar membuatku menahan tawa.
“ Hahahahaha, oke pak Dika, oh emmm maksud saya Dika, meski sampai kapanpun anda akan tetap menjadi guru terbaik saya.”
“Jika saya ingin beralih menjadi orang yang paling menyayangimu, gimana?”
“Maksud bapak, Pak Dika mau bercanda lagi, aku…………………..”
Aku tak melanjutkan ucapanku sa’at satu jari lembutnya mengisyratkanku untuk diam, pandangan matanya seakan dalam menatapku jauh, kurasakan genggaman hangat tanganya meraih jemariku yang mulai gelisah. Ada apa dengan orang ini, pikirku?
“Aku menunngu hari yang tepat untuk bilang, bahwa dari dulu aku mencintai kamu Wulan. Sejak pertama kita bertemu, dan aku benar-benar tak berharap kita akan berada pada posisi ini.”
Aku tak berani beradu pandang denganya lagi, kucegah ia memegang tanganku lebih lama. Tapia pa yang kurasa, membuat aku bingung, jantungku berdegup kencang mengetahui ia menyukaiku. Dari relung hati terdalam tersimpan satu rasa yang ingin menerimanya.
“Jadi……………………..” Ia kembali memaksaku untuk menjawab.
Aku tersenyum dan mengangguk seraya membalas pandanganya, dari sudut wajahnya kulihat secercah kebahagia’an.Namun ada sesuatu hal yang membuatku kembali terdiam.
“Ada apa lagi Wulan.” Tanyanya melihatku tengah memikirkan sesuatu.
“Bukanya Dika akan kembli ke Jakarta.” Ucapku kecewa.
Ia malah tersenyum mendengar perkata’anku.
“Koq kamu senyum-senyum sih, kamu mau bercanda lagi y?” Kali ini aku benar-benar kesal padanya.
“Tunggu, dengar perkata’anku dulu y? Kamu tau kan bahwa siswa  terbaik tahun ini akan dapat beasiswa kuliah di Jakarta.”
“apa?!!!!!! Beneran pak” Lagi-lagi kenyata’an bahagia ini membuatku tak percaya.
“Tuh kan pak lagi.” Ia bahagia memandangku.
Aku tak memperdulikan ucapanya lagi. Tanpa sadar aku memeluknya dengan erat. Karena aku begitu bahagia sekarang. Tiba-tiba…………………………………………
“Cie………………………….cie…………………Wulan lagi ngapain nih” Suara Sari membuat pelukanku lepas dari tubuhnya.
“Ma’af pak saya seneng banget” Ujarku tersipu malu
“G’ po po kok, wong aku tresno banget karo Wulan,hehehehe” Jawabnya seraya menggenggam erat tanganku.
“Wah Pak Dika udah bias bahasa Jawa.” Kata Rina spontan, membuat kami tak dapat menahan gelak tawa.
Aku bahagoa melihatnya begitu saja hadir, membawa sejuta warna yang berbeda dalam hidupku, mengubah persepsiku bahwa tiada hal yang mustahil, karena kekuatan hati yang berkemauan akan mengubah sgala hal yang tak mungkin. Soal cinta, cinta itu bukan virus. Dia hanya rasa yang seharusnya jatuh pada orang yang tepat. Dan akan hadir sa’at kau tidak menduganya. Cinta yang benar adalah cinta yang membuatmu lebih baik bukan cinta yang membuatmu terjerumus dalam hal yang salah. Karena ia akan slalu tau dan menunjukkanmu pada kehidupan yang lebih cerah. Percaya atau tidak, aku tlah menemukan pangeran impianku dalam diri Pak Dika.

0 komentar:

Posting Komentar

Links

Office

 
Free Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Website templateswww.seodesign.usFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver